"Bapak kalau kaya dan mau beramal, tolong jangan merepotkan kami," kata Rinto menirukan ucapan seorang petugas Dinsos tersebut.
Dia tidak ingat persis tanggal dan bulan peristiwa tujuh tahun lalu itu terjadi. Namun, seingatnya, peristiwa tersebut berlangsung saat dirinya tengah memacu mobil dari arah Cempaka Putih ke Kemayoran dan melalui Jl Gunung Sahari.
Tak jauh dari jembatan layang Jl Gunung Sahari, terdapat banyak gelandangan dan pengemis yang biasa mangkal di sana. Melihat kondisi mereka, Rinto tergugah untuk membagi uang seadanya.
"Setelah lewat lampu merah, tiba-tiba mobil saya diberhentikan. Padahal jarang sekali mobil plat merah diberhentikan. Namun karena petugas tersebut berseragam, saya pun menuruti dan turun dari kendaraan," kisahnya.
Petugas tersebut lantas memberikan penjelasan kepada Rinto perihal 'sedekah' yang dia berikan kepada pengemis tersebut. Petugas itu menerangkan bila para pengemis tersebut sempat dibina di penampungan untuk disadarkan agar tidak lagi turun ke jalan, untuk selanjutnya dikembalikan ke daerah masing-masing.
"Biayanya tidak sedikit. Kalau bapak tetap memberi, berarti bapak mengajarkan mereka malas, dan pelajaran yang kami berikan sia-sia," kata Rinto kembali mengulang ucapan sang petugas.
Bahkan, kata Rinto, petugas tersebut menerangkan penghasilan yang didapat para pengemis dan membandingkan dengan pendapatan yang diterimanya.
"Pendapatan mereka dari mengemis melebihi gaji dan tunjangan yang bapak terima walau bapak sebagai pejabat menggunakan mobil Negara," katanya.
Sejak saat itu Rinto memutuskan untuk tidak memberi uang kepada para pengemis jalanan. Dia lebih memilih para pemulung renta yang benar-benar bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
"Nyakitin, nyentil, tapi saya belajar dari ucapan itu," ucapnya.
Dia berharap ketegasan dari pihak Dinas Sosial dan aparat pemerintah kota mencontoh sikap petugas muda yang pernah menyetop dirinya. Tidak segan dan sungkan untuk memberi penjelasan langsung kepada masyarakat yang memberi sedekah kepada para pengemis jalanan